Kamis, 31 Januari 2013

Bayar Uang Sekolah dengan Sampah Plastik

hello guys, long time no see.. hari ini kita terinspirasi dengan tayangan di salah satu berita di salah satu stasiun TV yaitu Jak TV mengenai sekolah yang bayar SPP dengan sampah plasti yang bisa di daur ulang. 

Tahu dong kalau biaya sekolah saat ini semakin mahaal, biaya BOS dari pemerintah bahkan ada yang berjalan alot atau bahkan dikorupsikan. Nah, beberapa sekolah yang akan kita kasih tahu ke teman-teman adalah sekolah-sekolah yang menggunakan Sampah plastik sebagai pengganti uang SPP. wow! Kreatif sekali yah :D yuk cek it out !

PAUD Melati 3 di Depok Jawa Barat
    Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini ini mengusung konsep pembayaran uang sekolah dengan menggunakan sampah. Jumlah sampah yang diberikan tidak ditentukan namun harus merupakan sampah botol plastik yang bisa didaur ulang. Bagi yang mau membayar membayar uang sekolah dengan uang juga bisa yaitu Rp. 20.000,- namun tetap harus membawa sampah. Di tahun ketiga, jumlah siswa bahkan meningkat menjadi 50 padahal awalnya hanya 10 siswa. Pihak sekolah juga meminta anak untuk menabung, bukan menabung dengan uang, tetapi menabung dengan botol sampah. 
     Mereka beranggapan bahwa sampah botol plastik ini dapat dijual kembali dan bahkan di daur ulang. Kebijakan membayar uang sekolah dengan sampah ini awalnya dikarenakan dahulu ada siswa yang keluar dari PAUD karena tidak sanggup membayar uang sekolah sehingga akhirnya dibuatlah kebijakan unik ini. Pengelola PAUD dan guru-guru juga berharap hal ini dapat mengajarkan siswa untuk selalu membuang sampah pada tempatnya.

SMK PGRI Lawang di Jawa Timur
     Nah di sekolah ini juga terdapat banyak siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Sekolah ini juga menerapkan konsep pembayaran uang sekolah dengan sampah kemasan botol plastik minuman. Botol-botol atau gelas plastik itu kemudian ditimbang dan dihargai Rop. 6.000,- per kilogramnya. Jika setoran sampah melebihi biaya yang dibutuhkan, sekolah tetap fair dengan membayar kelebihan itu kepada para penyetornya. 
      Selain untuk membantu mengatasi kesulitan masyarakat tentang biaya sekolah, program ini juga bertujuan melatih siswa untuk bisa mandiri dan berwirausaha sembari masih sekolah, karena SMK kan mendidik siswa untuk terampil dan siap kerja. Sesampai di sekolah, sampah plastik tersebut diolah dengan mesin pencacah plastik yang dilakukan bersama-sama siswa jurusan daur ulang, sehingga siswa tahu dan mampu cara mengolah sampah plastik. Hasil olahan yang merupakan bahan setengah jadi itu, selanjutnya disetor kembali ke pabrik plastik di Lawang yang selama ini menjalin kemitraan dengan SMK PGRI Lawang.

    Nah itu dia guys, 2 sekolah yang sudah menerapkan konsep pembayaran uang sekolah dengan menggunakan sampah plastik yang bisa didaur ulang. Semoga makin banyak yah pendiri sekolah yang tergerak hatinya untuk membuat kebijakan seperti ini juga bagi siswa-siswi yang kurang mampu. Semua yang mau belajar jadi punya kesempatan. Tenang, konsep seperti ini bukan mengajarkan atau menjadikan seorang anak menjadi pemulung loh, tapi membudayakan kebiasaan memanfaatkan sampah dengan benar :D (Mei)

Sumber:

Selasa, 15 Januari 2013

Teguh Joko Dwiyono, Ubah Kulit Telur Jadi Karya Seni

Kulit telur? Semua orang pasti memandang remeh dan menganggap kulit telur itu hanyalah sampah yang tak berguna. Tapi jangan salah. Di tangan seorang seniman berbakat, kulit telur bisa disulap menjadi kerajinan tangan yang memukau, laku di pasaran internasional dan diakui MURI. Penasaran?

eggshellUmumnya, ketika orang menggoreng telur, kulitnya akan langsung dibuang ke tempat sampah. Tapi tidak demikian dengan Dwiyono. Pria setengah baya ini justru akan menyimpannya sebagai benda berharga senilai jutaan rupiah. Jika keluarganya sedang tak mengkonsumsi telur, ia akan mencari dan bahkan rela mengeluarkan uang untuk membelinya dari tetangga, penjual nasi goreng sampai pedagang martabak telur dengan kisaran harga Rp10.000 per kg. Aneh sekali kan. Memang buat apa sih kulit telur itu?

Bagi Teguh Joko Dwiyono, kulit telur bernilai tinggi. Pendapatan kesehariannya saat ini bisa dibilang tergantung dari kulit telur. Itu karena Dwiyono piawai mengkolaborasikan darah seninya dengan kreatifitas serta ketrampilan. Melalui keluwesan tangannya dalam mengolah limbah kulit telur, Dwiyono mampu menciptakan karya seni berharga jutaan rupiah dan mengembangkannya menjadi bisnis berprospek cerah.

Iseng
Bisnis seni dari kulit telur atau art of egg shell bermula ketika sang istri, Eriyanti, sedang menggoreng telur di dapur. Kulit telur yang dipecahnya berceceran di lantai dapur dan secara tak sengaja diinjak oleh Dwiyono. Setengah terkejut, Dwiyono memperhatikan buah ulahnya tersebut dan secara tiba-tiba tergagas sebuah ide menarik untuk membuat sebuah kreasi seni rupa berbahan dasar kulit telur. Iseng-iseng Dwiyono pun mulai berkreasi.

Berkali-kali Dwiyono menguji coba sejumlah bahan dan cara untuk dapatkan karya seni yang fantastis. Lelaki yang bercita-cita masuk ASRI/STSRI (Akademi/Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia) Yogyakarta namun gagal karena tak mendapat restu kedua orangtuanya itu pun melakukan serangkaian percobaan memasang pecahan kulit telur ke berbagai media. Aneka jenis lem dan telur, mulai dari telur ayam, puyuh dan bebek, pun turut dipakai dalam percobaannya. Setelah puas menjajal ramuan hingga kurang lebih 3 tahun lamanya, Dwiyono akhirnya menemukan keramik sebagai media yang paling sesuai untuk hasil kreasinya. Ternyata waktu tiga tahun itu tak sia-sia. Dwiyono mengolah kerajinan seni dari serpihan kulit telur yang sebelumnya bisa dibilang langka itu menjadi penghias vas, piring, lampu, kursi, meja dan lukisan. Benda-benda cantik ini tentunya bisa memperindah interior ruangan.

Berbagi rahasia dapur produksinya, lelaki kelahiran Magetan, Jawa Timur, 12 Januari 1955 ini menjelaskan mekanisme pembuatan art of egg shell. “Caranya gampang kok. Orang awam juga bisa membuatnya,” ucap pemilik label Dwiyono Art itu. Ia menerangkan, kulit telur hanya bahan dasar saja tapi yang terpenting adalah teknik penempelan di medianya yang bisa berupa kaca, tanah liat, keramik, kayu dan lukisan. Tantangan terbesar dalam proses pengerjaan seni ini menurut Dwiyono di media lukisan karena rumit dan butuh ketelitian tingkat tinggi.

Tahap pertama, cuci telur sebersih mungkin sampai kulit arinya mengelupas kemudian jemur di bawah terik matahari antara 2-3 jam. Setelah kering, kulit telur tadi ditempel dengan lem kayu sambil ditekan-tekan di mediannya. Lakukan proses itu hingga muncul bintik-bintik putih yang menjadi poin plus dari hasil kreasinya tersebut. Usai menempel, gosok kulit telur dengan amplas besi atau aluminium hingga keluar pori-pori di antara sel-sel telurnya. Sesudah itu, olesi semen putih dan warnailah sesuai selera. Langkah terakhir, gosok dan lapisi dengan bahan pelapis. “Praktis kan! Gak perlu melalui proses pembakaran pula,” ujar Dwiyono.

Posted by: Meli

Senin, 14 Januari 2013

Art from Clevis Corn Waste

Besides being known as the city of rain, Bogor is a popular district with a wide range of products asinannya. Start of pickled fruits, pickled vegetables, and pickled corn you can find in the city. The potential is utilized Eddie juandi a craftsman from Bogor regency, West Java. When other people take advantage of the business opportunities bogor pickles, middle-aged man is utilizing waste corncobs were obtained from leftover pickle manufacture to produce various kinds of beautiful handicrafts.



Having a background as a craftsman wooden handicrafts, encouraging Eddie to innovate by using other materials. See the current issue of global warming being discussed by many people, Eddie heart was moved to initiate use of organic waste as its main raw material in producing various crafts. Because in addition to eco-friendly, organic wastes such as corn stover is very easy to get in Bogor. So that Eddie never had trouble getting supplies of raw materials to produce his works.


Clevis Corn Craft Production Process

Thanks to the creative hands of Eddie, corncobs useless now successfully transformed into beautiful handicrafts that have high sales value. For example, such as decorative lighting, lamp shades, sketsel, coasters, place paper towels, woven bags, and many more other unique products. With creativity is high enough, it is not surprising that prices of products sold in the Eddie craft market at a price quite expensive. Ranged between Rp 100.000,00 to Rp 3,000,000.00, depending on the size and level of difficulty of each product.

Housed in his showroom were addressed in the Development Road No. 2. 42 Kedung barrier, Bogor, West Java. Every day, Eddie produces a variety of craft after getting waste corncobs from traditional markets that are around Bogor. Arriving in showrooms, such as corn stover is first cleaned first and then dried. Once dry, Eddie adds a special preservative that corncobs material can last a long time.

Furthermore, after corncobs added preservatives, corn stalks Eddie formed into small circles with the help of mold or chrome which is used as wood moldings. After corncobs molded into small circles of various sizes, Eddie began to make circles on the creation of a craft that has been the establishment, with the help of glue. Although the production process is relatively Eddie manual craft, but the result was no less good with factory-made craft products produced with modern machines.
This makes Eddie became convinced when crafting products that it manufactures waste corncobs acceptable market well and dream of magnitude for export to foreign products can be achieved. Hopefully Eddie juandi creativity and innovation in creating unique handmade products can be an inspiration to us all. Congratulations work, never tired of trying and greetings success.  

Source:

Minggu, 13 Januari 2013

Hong Kong Cleanup Challenge, Trash-Reducing Program


Don’t Trash Our Future, What YOU DO Counts…
As we mention before, one of provinces in Indonesia which is Bali has a project for reducing trash. It is Bali Green Province. But, do you know about Hongkong`s Program for reducing trash? Yes, it is The Hong Kong Cleanup Challenge. Together with National Geographic Channel (HK) and Nomura, Ecozine makes this program.

 
Their missions are to empower Hong Kong’s Citizen to become active agents in keeping the environment trash free, to increase awareness for changing attitudes towards environmental protection, and to advocate for change in policy related to waste management, littering and pollution, and for environmental sustainability.
There are three challenges which are Coastal Cleanup Challenge, Country Cleanup Challenge, and City Cleanup Challenge. 








For the Coastal Cleanup Challenge, it is because Hong Kong has a special relationship with the ocean and the want to protect it especially from trash. By cleaning up the beach, this program can create awareness to the participants and make them love it more. 

Hong Kong’s country parks are one of our most valuable assets. That is why they also make Country Cleanup Challenge. They want people to keep seeing a beautiful vistas in Hong Kong without trash.This program wants to educate people about what is the advantages of not littering

 
City Cleanup Challenge will provide an eye opening experience for people to realize that we really need to clean our our city streets, offices homes and schools. City Cleanup Challenges can take the form of a single day cleanup or a longer-term monitoring activity!

Pasukan Oranges think that it is a very big step to do to reduce trash from Hong Kong. Indonesia should make one too for a better Indonesia. Well, let’s hope that many other countries will also make a program to reduce trash. But, it is made all for us. So, we are the one have make a step first. Let’s do it ! do not litter ! ALWAYS, Throw your #TrashToTrashbin :D (Mei)

Sumber http://hkcleanup.org/about/all